Kangen (lagi) Menulis (lagi)
Ya Allah.. ini blog sudah banyak sarang laba2nya. Sudah saatnya bersih2.
Sudah saatnya menjejakkan kaki lagi.
Menulis adalah aktivitas yang sangat menyenangkan. Sekarang sok sibuk, ga sempat lah.. Memang sangat ngangenin bisa nulis lagi..
Meski kadang bingung harus nulis apa, atau kadang nulis ga selesai2 karena berbagai hal..
Apalagi sekarang baby azalia sudah mulai atraktif sehingga harus banyak diperhatikan.
Kepinginnya sih ini blog hidup lagi..
Setidaknya bisa menuliskan tentang berbagai hal..
Bahkan sekedar air hujan yang menggenang 🙂
Smangat nulis lagi ya!!!
Hujan Sore ini…
Lama banget ga nge-blog… kangen nulis…
Ingin kembali menuangkan kata, agar tak hanya mengendap di kepala.
Edisi kali ini, kayaknya sedikit agak melow… 😀
Sore ini, hujan menyapa jogja (kembali) Continue reading
Kapal ini mulai berlayar
Sebagian orang menganggap pernikahan adalah akhir dari perjalanan, bahwa hati telah berlabuh…
Bagi sebagian yang lain, pernikahan adalah titik awal sebuah kapal meninggalkan dermaga untuk berlayar mengarungi luasnya samudera…
Bagiku, pernikahan adalah sebuah awal…
Menikah itu berat kah?
“Iya,” begitu aku menjawabnya
Menikah itu banyak masalah?
“Iya,” jawabku lagi
Apakah kau tak bahagia?
“Tidak, aku bahagia,” jawabku mantap…
Ya, menikah memang berat dan lebih banyak masalah. Tapi, menikah insya Allah membuat lebih bahagia..
Kenapa berat? Karena menikah adalah separuh dari agama. Jadi wajar Allah akan memberikan beban lebih.
Banyak hal yang harus disiapkan untuk dapat menjalankan peran baru sebagai istri atau suami.
Persiapan ruhiyah, jasadiyah, fikriyah maupun maaliyah. Sebelum menikah semua rasanya sangat teoritis dan tak begitu penting. Semua biasa saja. Akan tetapi, setelah menikah baru terasa betapa sangat penting masing2 aspek itu berperan untuk mencapai pernikahan yang barakah.
Ruhiyah… Jelas karena menikah adalah ibadah. Bagaimana kondisi hati kita menjadi lebih dekat dengan Allah dengan menikah. Bagaimana kita menjaga ruhiyah kita, untuk senantiasa menuju Allah.
Jasadiyah… Setelah menikah, tentu lebih banyak aktivitas baru sehingga memungkinkan fisik menjadi lebih lelah. Suami yang menjadi kepala keluarga dan istri yang bertanggung jawab menjadi kepala rumah tangga, serta persiapan2 jasadiyah yang lainnya, agar tetap sehat dan bugar.
Fikriyah… Serius. Ini penting banget. Bagaimana mengetahui peran masing2 seperti yang disyariatkan. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban masing2, termasuk belajar tentang psikologi suami istri. Banyak ketidaktahuan tentang pernak pernik kehidupan pernikahan, akan melahirkan masalah2 kecil yang mungkin akan menghambat menuju keberkahan. Banyak baca buku tentang munakahat, awalnya memang rasanya kok textbook banget, tapi ternyata menjadi sangat penting setelah menjalaninya… Baca2 lagi buku2 munakahat! 🙂
Maaliyah… Ini juga tidak kalah penting dengan yang lain. Kebutuhan setelah menikah tentu lebih besar dibanding sebelum menikah. Jadi, harus siap. Paling tidak kita harus siap prihatin lah.. Hehe…
Sekelumit tulisan ini memang sangat singkat, tapi semoga bermanfaat…
Menikah itu indah?
“Iya,” begitu aku menjawabnya
Apa kau lebih bahagia?
“Iya,” jawabku lagi
Tengah hari 11 Februari 2014, 3 bulan setelah pertemuan pertamaku dengan seseorang yang kini menjadi suamiku..
You’re My Best Friend
Many people said true friends are hard to find
But I know I’m not that kind
They come and go and sometimes they leave us behind
Like a wind that passed by coz when you need a friend
That you can depend
You can count on me
Because you’re my best friend
When you’re feeling down and your heart is hurt
You can call on me
And I will be there for your friend
*ingin menulis lirik ini untuk seorang sahabat di sana… smg Allah selalu menjaga ikatan hati kita, untuk menjadi sahabat hingga di syurgaNYA
Your face
Lihat emot di atas.. Continue reading
Novemberku…
Bulan November selalu menjadi bulan istimewa dalam beberapa tahun ini. Semoga momentum istimewa itu menjadi momentum kebaikan. Membawaku untuk lebih baik dan lebih baik lagi.
November 2010, 3 tahun lalu. Erupsi Gunung Merapi. Rumahku termasuk zona yang dianggap kurang aman dengan lokasi kurang dari 20km diukur dari puncak (ngitungnya pake google map). Malam 5 November menjadi puncak erupsi. Sorenya, kami memutuskan tak ada akhwat yang menginap di posko karena kondisi yang sudah nampak kurang aman. Beberapa relawan ikut menginap di rumahku. Perjalanan kami dari posko menuju rumahpun sudah sangat sulit karena banyak pohon tumbang dan jalan yang licin oleh abu dan air hujan, ditambah tak ada penerangan karena sambungan listrik sudah beberapa hari sebelumnya putus. Tengah malam itu, kiamat kecil Allah hadirkan menjadi peringatan. Tentang malam mencekam ini, pernah menjadi tulisan tersendiri. Cek beberapa tulisan November 2010 di https://muslimahpejuang.wordpress.com/2010/11/ Sepanjang bulan itu menjadi hari-hari istimewa. Momentum November 2010 menjadi momentum dzikr maut, sekaligus Allah menghadirkan sebuah ujian untuk menguji kesabaran. Luar Biasa! Ini tentang keimanan.
November 2011, 2 tahun yang lalu. November kali ini menjadi bulan puncak, puncak dari sakitku. Ehm… kembali Allah hadirkan peringatan. Pada titik ini, kepasrahan pun memuncak.
“Allah, aku sudah berikhtiar maksimal untuk sehat. Selanjutnya kuserahkan padaMu…”
Meski dua hari sekali bertemu jarum suntik untuk diambil darahnya, intensif dicek perkembangan sakitku sekaligus ngecek respon tubuh terhadap obat yang kukonsumsi. Harus beradu argumen dengan dokter setiap diskusi tentang dosis obat yang harus kuminum. Belum lagi dengan adik-adik yang terus bergantian menemaniku dan sabar menjagaku. Tak dapat terbalaskan oleh apapun, kecuali Allah saja yang membalasnya. Momentum sakitku dua tahun yang lalu itu menjadi momentum terbaik dalam sejarah sakitku. Ya, karena di sana Allah mengujiku dari berbagai sisi. Salah satunya bahwa perjuanganku menyelesaikan kuliah harus terhenti untuk sementara. Bahwa Allah menguji keimananku. Biarlah peristiwa suatu malam itu menjadi milikku dan Allah saja, di mana aku merasa malaikat telah datang menyapaku dan ingin menjemputku. Ujian ukhuwah, ujian berjamaah, ujian kesabaran, dan berbagai ujian-ujian lainnya. Semua ini indah… Bisa juga lihat tulisan November 2011 di https://muslimahpejuang.wordpress.com/2011/11/ .
Namun sekali lagi, ini masih tentang keimanan.
November 2012, 1 tahun yang lalu, akhirnya ini menjadi momentum kebahagiaanku. Bahagia menjadi seorang putri dari Bapak dan Ummi. Air mata mereka tak terbendung saat kumenyerahkan ijazah S1ku pada beliau berdua. Perjuanganku untuk mendapatkannya jauh lebih indah dari selembar kertas itu. Namun begitu, aku percaya, selembar kertas yang mungkin tak begitu berarti itu menjadi bukti bahwa aku telah memenangkan pertarungan. Bahwa hambatan dan ujian telah berhasil kulalui. Betapa aku sangat mencintai ilmuku ini… impian masih kuat tertancap dalam hati. Memang selama aku belajar, bukan selembar kertas itu yang kucari. Namun bagiku, bagaimanapun itu menjadi bukti baktiku pada Bapak dan ummi. Air mata Bulan November setahun yang lalu itu akhirnya menjadi air mata kebahagiaan… Perjuangan itu berakhir dengan indah. Sebenarnya bisa si kalau mau wisuda Agustus, tapi kata dosenku, ga usah buru2, yang penting lulusnya sebelum 7 tahun. Wisudanya ikut November gpp, malah bisa jalan2 dulu tanpa beban pengangguran. Hehe… Tapi sekalian November ada barengan sesama supervisor etos. Kami kompak banget dah 🙂
Kini, November 2013. Tahun ini. Aku hanya ingin melaluinya dengan kebaikan. Ada satu harapan besar. Bahwa Bulan November ini mungkin akan menjadi bulan transisi dari sebuah proses yang tengah kujalani.
Hehe… peace, ini bukan ‘proses’ yang biasanya bikin pada sensitif itu. Tapi doakan saja semoga proses itu juga. Ups… Aamiiin
Bagiku ini proses penting dalam mewujudkan salah satu impianku. Menunggu jawaban di akhir November, dan semoga aku bisa melanjutkan prosesku hingga akhir. Masih kugantungkan harapan. Semoga Allah mengizinkan aku mencapai impianku itu..
Ya Allah, 4 kali momentum di Bulan November, doaku semoga November tahun ini Engkau izinkan aku melaluinya dengan baik. Semoga Allah izinkan dan kuatkan. Tak sabar untuk segera mengepakkan sayapku. Semua ini adalah atas dasar kecintaan terhadap ilmuku dan kecintaan terhadap negeri ini.
Proses inilah yang kumaksud, aku tengah menuju ke sana. Dalam kontribusiku sebagai seorang hambaNYA…
Doakan aku kawan, doakan aku teman!!!
Hidup hanya sekali. Maka lakukan yang terbaik dan jangan sia-siakan tiap kesempatan yang kau miliki.
*Sambil menulis surat spesial untuk seseorang. Semoga Allah izinkan aku untuk sampaikan kepadanya… Sangat berharap dipertemukan dengannya segera…
Belajar dari Julaibib
Tak banyak orang yang mengenalnya… namun kontribusinya utk dakwah luar biasa.
Dia sahabat yang tak dikenal di kalangan manusia, namun ia menjadi kebanggaan Allah dan RasulNya…Semoga menjadi cerminan untuk kita semua.
Siapakah Julaibib ini?
Namanya Julaibib. Siapakah ayah Julaibib ini? Siapa nasabnya?
Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan ibunya. Continue reading
Apa yang kau cari?
Sudah lama sekali ga ngutak atik blog. Pengen suasana baru, ganti tema dan ngutak atik widget-nya. Nah biar lengkap, posting tulisan juga… dah lama ga posting. Kangen banget nulis blog, tapi belum kesampaian.
Dah banyak yang nanyain postingan baru loh *banyak yang merindukan tulisanku rupanya 🙂
Ada satu hikmah dari kejadian yang kualami beberapa waktu ini. Ini tentang meluruskan hati pada Yang Maha Tinggi. Bahwa hanya Dia yang kita tuju. Continue reading
Kisah Menjemput Jodoh
Tulisan setahun yang lalu, tapi masih asyik tuk disimak 🙂
“sudah lebih dari dua puluh kali aku merasakannya.”
“lebih dari dua puluh kali mbak?” tanyaku dengan spontan.
“iya. Dalam kurun waktu sekitar sepuluh tahun ini telah lebih dari dua puluh kali.” Jawabnya dengan ringan seolah tanpa beban.
Wajah itu nampak tenang dan tegar. Tetap dengan senyum optimisme.
Ia tetap sumringah.
Memang sudah beberapa kali ia berkisah padaku tentang hal ini. Sejak pertama aku mengenalnya. Pertengahan 2007.
Banyak kisah dan pelajaran yang bisa kudapatkan. Sosok yang luar biasa.
Aku belajar banyak darinya.
“Zi, perjuanganku untuk menggenapkan separuh dien ini sungguh berat.” Ia bercerita padaku, setelah sekitar dua bulan pernikahannya.
Ia melanjutkan, “Seolah ingin menyerah. Mengkondisikan ibuku. Mengkondisikan kakakku. Aku bahkan pernah sangat emosional saat mendengar alasan-alasan mereka. Setiap diskusi, tak ketemu titik temu. Bahkan tak jarang kami sama-sama menangis, tetap buntu.”
“ibu anti tak sepakat ukh?”
“Ya, aku butuh waktu cukup lama. Banyak hal yang harus aku…
View original post 1,018 more words